Pertama Kali Masuk Pondok Pesantren

Aku pernah mendengar dongeng mengharukan ketika seorang gadis belia tidak dapat tidur berhari-hari dan enggan menyentuh sesuap nasi karena duka ditinggal pergi sang belahan hati. Itulah Bella Swan, perempuan melankonis dalam sekuel Film Twilligh, New Moon. Atau dongeng seekor anak ayam yang kebingungan dan sangat memprihatinkan alasannya ialah ditinggal induknya mencari makanan.


Setidaknya citra semacam itulah yang paling pas untuk mengilustrasikan bagaimana suasana hatiku ketika pertama kali menginjakkan kaki di sebuah kawasan yang kemudian hari saya kenal dengan nama Pondok Pesantren.

Maka tidak heran jikalau sebagian orang menempelkan kalimat “penjara suci” untuk sebutan forum pendidikan yang didesain berkamar-kamar hampir mirip sel tahanan ini. Lebih-lebih bagi santri gres yang sebelumnya belum pernah mencicipi tinggal jauh dari orang tua.


Seperti saya 6 tahun yang lalu, untuk yang pertama kali nya ketika ayah dan ibu ku mengantarkan ku menuju pondok pesantren Ibnu Abbas. Awal nya sih enjoy-enjoy aja, yang terbayangkan di dalam pikiran ku hanyalah kebebasan semata. Gak ada lagi deh yang bakal nyuruh bersih-bersih rumah atau dimarahin alasannya ialah gres pulang ketika maghrib tiba. Gak ada juga yang namanya rebutan remote TV sama adik atau kakak, atau terpaksa keluar rumah buat beliin Ibu titipannya di toko sebelah.


But, semua itu seakan berubah sesudah kedua orangtua ku pergi meninggalkan ku. Barulah saya menyadari bahwa kini saya sendirian, jauh dari orangtua, apa-apa harus nyiapin sendiri. Entah kenapa pada ketika itu dada mulai terasa sesak, air mata pun perlahan-lahan mulai jatuh dan membasahi pipi.


Keesokan hari ya bantal menjadi lembap alasannya ialah semalaman menangis, rasanya semua memory selama di rumah mendadak berputar kembali. Kehangatan bersama ibu dan keluarga, program tivi kesukaan di rumahku, asiknya bermain bareng teman-teman seperti terlihat terang sedang direplay dari layar proyektor dan memantul di dinding kamar.


Masih belum terbiasa ketika di pagi hari wajah yang terlihat pertama kali biasa nya ialah wajah ibu, tapi di sini bukan wajah ibu yang kita temui melainkan musyrif yang bertugas di hari itu. Dan ketika melirik ke jam ternyata masih membuktikan pukul 3 pagi. Kita di bangunkan di ketika pagi masih buta bukan lain hanya untuk melaksanakan sholat tahajud. Berat rasa nya bangkit waktu tersebut alasannya ialah masih belum terbiasa. Mau tidak mau kita harus bangkit jikalau tidak ingin tersiram air yang begitu dingin.


Pukul 06.10 pagi kegiatan halaqah tahfidz gres usai, sesudah itu gres mempersiapkan diri untuk pergi sekolah. Setelah sarapan pagi nampak kamar mandi terlihat begitu ramai karena semua pengen mandi, kecuali orang-orang rajin yang udah pada mandi sebelum waktu subuh. Jumlah kamar mandi yang ada tidak sebanding dengan jumlah santri nya.


Biasa nya ketika bangkit tidur sebelum pergi ke masjid, orang-orang pribadi pada naruh gayung nya di depan pintu kamar mandi. Jika kau tipe orang yang bangkit nya telat mirip admin ini, kau bisa booking pada malam hari nya, biar dapat dapet antrian nomer satu, hehe.


Saya harus pintar-pintar memanagement waktu supaya semua nya tersusun dengan rapi mulai dari mandi, menyetrika seragam, menjadwal pelajaran di hari itu.


Kegiatan mencar ilmu mengajar gres selesai ketika pukul setengah dua siang. sesudah itu santri bebas melaksanakan acara apapun. Kebanyakan santri memanfaatkan waktu yang kosong ini untuk nyuci baju, memurojaah hafalan, atau jikalau sudah tidak mempunyai tanggungan mereka dapat tidur siang.


Baru sesudah ashar nya ada murojaah di halaqoh tahfidz masing-masing hingga jam setengah lima sore, dilanjutkan dengan olahraga sore. Untuk olahraga sendiri di Ibbas ada banyak macam olahraga mulai dari futsal, basket, memanah, dan berkuda.


Setiap hari Selasa, Kamis, dan Minggu kami diijinkan untuk keluar komplek pondok. Kebanyakan mereka memanfaatkan waktu ini untuk belanja kebutuhan yang sedang diharapkan atau bagi mereka yang mempunyai nyali tinggi biasa nya pergi ke rental ps atau ke warnet untuk maen game online.


Pukul 17.00 semua kegiatan diakhiri, waktu nya untuk bersih-bersih diri. Setiap hari menjelang magrib diadakan pembacaan alma’tsurot. Nah, bagi mereka yang ngantri nya telat niscaya bakal kebagian jatah mandi paling final dan niscaya nya bakal telat juga untuk mengikuti alma’tsurotan, jikalau sudah telat nanti bakal ada iqob yang harus dilakukan.


Setelah sholat maghrib ada kelas bahasa arab, di sana kita diajarkan wacana ilmu dasar bahasa arab nahwu & shorof, mahfudzot, ta’bir & insya’. Baru sekitar 10 menit menjelang isya kita semua makan malam.


Setelah sholat isya dilanjutkan dengan pembacaan kultum dan mempersiapkan hafalan yang akan disetorkan di pagi hari nya.


Nah itu tadi citra mengenai aktivitasku ketika di pondok dulu. Mulai dari bangkit tidur hingga dengan mau tidur lagi.


Menurut yang saya amati, ketika kita masuk pondok pesantren terjadi siklus kehidupan


Masa Adaptasi



Setiap orang yang berada di lingkungan gres niscaya akan merasa abnormal sehingga perlu yang namanya adaptasi. Di tahun pertama ini para santri gres harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kini apalagi bagi mereka yang gres pertama kali mencicipi menjadi santri mirip admin ini. Lingkungan di pesantren belum pernah mereka temui sebelum nya. Kecuali, bagi mereka yang supel hal ini bukan menjadi masalah.


Biasanya siklus ini berlangsung selama 6 bulan, bagi mereka yang tidak kerasan maka akan keluar dari pondok pesantren, tapi bagi mereka yang betah ini merupakan sesuatu yang gres dan mirip nya asyik untuk dijalani.


Pencarian Jati Diri



Di tahun kedua ini ialah masa jahiliyah para santri, dimana aturan-aturan yang berlaku banyak yang mereka laga alasannya ialah sudah mengetahui celah bagaimana supaya dapat lolos dari hukuman. Mereka menganggap ini sebagai ajang untuk mencari jati diri.


Dari yang saya temui dulu di pondok ada macam-macam jenis orang yang mirip ini.


Membawa HP



Dalam rangka mencerdaskan para santri-santrinya, pesantren menerapkan kebijakan untuk dilarang membawa handphone dengan alasan supaya para santrinya lebih konsentrasi dalam belajar. Kalau sudah terlanjur bawa? Silahkan dititipkan kepada guru asrama tercinta.


Namun ini tidak berlaku bagi santri yang berani melanggar aturan. Mereka punya ribuan trik untuk membawa hp, kawasan yang kondusif untuk menyembunyikan hp ketika ada razia.


Pacaran Dengan Komplek Sebelah



Dalam hal ini saya masih galau ketemu aja ga pernah, cuma komunikasi via surat, tau wajah nya cuma dari foto. Cuma dari hal mirip itu mereka dapat saling suka dan lucunya mereka juga pacaran.


Karena di pondok ga boleh megang handphone cara berkomunikasi nya mirip cara pacaran ibu dan ayah jaman dulu. Saling kirim surat.


Untuk mengirimnya pun penuh perjuangan! Harus diem-diem menaruh surat itu di suatu kawasan rahasia sebelum diambil sama sang pacar. Atau, belakang layar memberinya ketika ketemu di kegiatan dimana santri cewek-cowok dapat kebetulan bercampur.


Kabur



Dari pengamatan yang saya lihat orang yang mirip ini mempunyai skill tingkat dewa. Dia dapat tahu kawasan yang kondusif untuk kabur keluar. Biasa nya mereka keluar pada waktu malam hari dan gres balik ketika menjelang shubuh. Mereka yang tertangkap lembap kabur biasanya kena gundul dan surat peringatan.


Saya sendiri pernah mencoba untuk kabur dari pondok, tapi sial nya ketika di tengah jalan saya bertemu dengan ustadz bab kedisiplinan. Langsung saya disuruh balik pribadi ke pondok dengan perasaan yang takut hal apa yang terjadi selanjut nya gara-gara perbuatan yang telah saya lakukan.


Mungkin itu memang bukan keahlianku jadi sekali nya kabur pribadi ketahuan, hehe


Menuju Jalan Yang Benar



Baru di final tahun semua santri pada taubat berjamaah, kegiatan jahiliyah yang mereka lakukan ditahun sebelum nya mulai mereka tinggalkan perlahan-lahan. Para santri mulai fokus mempersiapkan ujian-ujian yang akan diadakan diakhir tahun anutan untuk syarat kelulusan.


0 Response to "Pertama Kali Masuk Pondok Pesantren"

Posting Komentar