Pokok-Pokok Filsafat Bab Ke-Xi Perihal Takjub Simbolik: Beragama

Pokok-pokok Filsafat Bagian Ke-XI Tentang Takjub Simbolik: Beragama-
31. Numinus dan Simbol-Simbolnya
Filsafat berawal dengan ketakjuban. iko ruponyo pandangan Plato yang terungkap dalam Theaetetus (CDP 155d) dan digemakan oleh banyak filsuf lain selama berabad-abad. Takjub dalam pengertian ini bukan sekadar termenung tertegun, melainkan ingin tau terhadap sesuatu yang tak dikenal, yang menggiring kita untuk mendapat makna yang fundamental di balik keragaman hayati kita, yang mendorong kita ke lubuk wawasan dan puncak pengetahuan yang selalu baru. Saya menentukan mengantarkan anda ketepat pada filsafat di matakuliah ini dengan tidak mengawalinya dengan ketakjuban, tetapi dengan lawanannya, kebebalan. Itu disebapkan penahapan logis bagian-bagian dari pohon filsafat berlawanan dengan penahapan kronologis normal sempurna pada pengalaman kita dalam berfilsafat. Di kuliah-kuliah ini gueh berupaya menjelaskan filsafat sedemikian rupa sehingga, dengan merampungkan matakuliah ini, anda akan bisa menempuh pengembaraan filosofis anda sendiri. Itu berarti bahwa, walaupun mungkin cara terbaik untuk mencar ilmu filsafat yakni bergerak dari metafisika melalui nalar dan ilmu ke ontologi, cara terbaik untuk berfilsafat mungkin bergerak dari ketakjuban melalui kealiman dan pemahaman ke ratifikasi sepenuhnya akan kebebalan anda sendiri.
 iko ruponyo pandangan Plato yang terungkap dalam Theaetetus  Pokok-pokok Filsafat Bagian Ke-XI Tentang Takjub Simbolik: Beragama

Pokok-pokok Filsafat Bagian Ke-XI Tentang Takjub Simbolik: Beragama

Ketakjuban berkaitan terutama dengan kekaguman kita terhadap pengalaman insani yang amat beragam, khususnya pengalaman yang menelurkan pertanyaan yang tidak terjawab dengan budi sehat logis belaka, tetapi dengan mengalami pengalaman itu sendiri. Jenis ketakjuban filosofis yang paling dasar ialah ketakjuban sehubungan makna kehidupan. Kita tak bisa memuaskan ketakjuban itu cuma dengan menyusun teori metafisis, mempertajam keterampilan anutan logis kita, atau memperdalam kedalaman dan jangkauan pengetahuan kita. Alih-alih, makna kehidupan muncul secara sedikit demi sedikit dari kemauan kita untuk terbuka terhadap jenis-jenis pengalaman “ajaib” yang kita bahas di Bagian Empat ini. Kendati pembahasan kita sehubungan pengalaman-pengalaman itu bergantung sempurna pada kata-kata sesuai dengan yang dalam kuliah-kuliah terdahulu, kita harus mengingat-ingat bahwa kita mengalami ketakjuban yang paling berbobot dalam keheningan. Semua balasan yang kita periksa sebagai “jawaban” yang bolehjadi terhadap aneka macam duduk kasus yang diangkat di Bagian Empat ini memudar dalam kesepelean jika kita bandingkan dengan balasan hakiki yang kita terima manakala kita mengalami ketakjuban karena keheningan. Itu disebapkan ketakjuban berkeheningan, lebih dari kata-kata sebanyak berapa pun, bisa menanamkan timbangan sejati sehubungan realitas kita sendiri, dan sanggup mendorong kita ke tingkat keutuhan yang oleh kata-kata belaka tak terungkap, yang memberi makna terdalam bagi keragaman kata-kata kita.
Untuk lebih terang dan lebih lenkap mengenai artikel Pokok-pokok Filsafat Bagian Ke-XI Tentang Takjub Simbolik: Beragama silahkan diunduh di bawah ini : 
Pokok-pokok Filsafat Bagian Ke-XI Tentang Takjub Simbolik: Beragama [DOWNLOAD]
Karena anda telah dan sudah mencar ilmu berfilsafat, gueh harap anda telah dan sudah mengalami jenis ketakjuban filosofis ini. Sesungguhnya, salah satu alasan lain untuk mengawali matakuliah ini dengan kuliah-kuliah sehubungan kebebalan yakni bahwa gueh rasa, itu yakni salah satu cara terbaik untuk membangkitkan ketakjuban sempurna pada diri orang-orang yang pandangan kealaman ilmiah modernnya cenderung memisahkan mereka dari banyak pengalaman yang sempurna pada dahulu kala yakni bab alamiah dari kehidupan setiap orang, sebelum teknologi mendominasi masyarakat. Saya telah dan sudah mempertimbangkan untuk mengajar matakuliah ini dengan urutan terbalik, yang berawal dengan kuliah sehubungan janjkematian dan berakhir dengan kuliah sehubungan mitos. Meskipun barangkali ini akan menciptakan matakuliah kita lebih unik dan menarik sempurna pada permulaan, dan sehingga lebih cepat unik dan menarik anda ke suatu kajian filsafat yang serius, akan ada ancaman yang berupa menafsiran jenis pengalaman yang dibahas di sini secara terlalu ilmiah, tanpa mengakui misteri menakjubkan yang ditunjukkannya. Hari-hari ini, saat keindahan amat sering terkunci di dalam kurungan dinding museum, saat pengalaman keagamaan amat sering diidentifikasi dengan perbuatan yang “gerejawi”, saat janjkematian amat sering terjadi di bangsal rumahsakit secara anonim, maka kita semua terlalu simpel untuk menduga bahwa kita benar-benar telah dan sudah mengalami misteri kehidupan, walau, sempurna pada faktanya, yang kita lakukan Istimewa untuklah memisahkan diri dari hal yang hakiki melalui perangkap teknologi. Saya harap, ratifikasi kebebalan kita wacana realitas hakiki itu menggoncang anda dari kepuasan ketepat pada diri sendiri yang membunuh naluri ketakjuban kita.

Blaise Pascal (1623-1662) ialah salah satu pola filsuf terbaik yang menghargai nilai kejut yang terdapat sempurna pada ratifikasi kebebalan manusia, di samping kekerabatan antara ratifikasi semacam itu dan ketakjuban filosofis. Kumpulan wawasannya, yang disebut Pensées, dipenuhi dengan pasal-pasal yang mengungkapkan ketegangan eksistensi manusia, sesuai dengan yang berikut ini:

What a chimera then is man! What a novelty! What a monster, what a chaos, what a contradiction, what a prodigy! Judge of all things, imbecile worm of the earth; depositary of truth, a sink of uncertainty and error; the pride and refuse of the universe!
... Know then, proud man, what a paradox you are to yourself. Humble yourself, weak reason; be silent, foolish nature; learn that man infinitely transcends man, and learn from your Master your true condition, of which you are ignorant. Hear God....
Whence it seems that God, willing to render the difficulty of our existence unintelligible to ourselves, has concealed the knot so high, or better speaking, so low, that we are quite incapable of reaching it; so that it is not by the proud exertions of our reason, but by the simple submissions of reason, that we can truly know ourselves. (PP 434)
(Maka betapa terbelah manusia! Betapa ganjil! Betapa mengerikan, betapa kacau, betapa berlawanan, betapa aneh! Penimbang segala hal, cacing-tanah dungu; penjaga kebenaran, benaman ketidakpastian dan kekeliruan; harga diri dan sampah alam semesta!
... Maka kenalilah, orang nan congkak, alangkah paradoksnya engkau dengan dirimu sendiri. Rendahkanlah dirimu, budi nan lembik; heninglah, alam nan tolol; ketahuilah bahwa insan melampaui insan secara tak terbatas, dan ketahuilah dari Tuanmu kondisi sejatimu, yang takkan kauketahui. Simaklah Tuhan. ...
Lantaran itu rupanya Tuhan, yang ketepat pada kita sendiri hendak menganugerahkan hambatan eksistensi kita yang tak terpahami, menyembunyikan benang-kusut begitu tinggi atau, dengan kata lain yang lebih baik, begitu rendah, sehingga kita sungguh tak bisa untuk mencapainya; sehingga bukan dengan memutar otak kita yang besar kepala, melainkan dengan menyerahkan budi begitu saja, bahwa kita bisa betul-betul mengenal diri kita sendiri.) (PP 434)

0 Response to "Pokok-Pokok Filsafat Bab Ke-Xi Perihal Takjub Simbolik: Beragama"

Posting Komentar